Jumat, 01 Agustus 2008

ISLAM SPIRITUAL DAN POLITIK

Islam kaffah. Itulah tuntutan Allah SWT kepada kita sebagai muslim (lihat QS. Al Baqarah 208). Kita pun, sebagai muslim, senantiasa berdoa memohon kebaikan dan kesuksesan hidup di dunia maupun di akhirat, sebagaimana diajarkan Allah SWT dalam firman-Nya:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".(QS. Al Baqarah 201).
Persoalannya sering kita tidak sadar dengan doa yang senantiasa kita panjatkan itu. Kita mengabaikan petunjuk-petunjuk Allah SWT agar sukses di dunia dan di akhirat. Tidak jarang di antara kita “ngoyo” mencari dunia, pergi subuh pulang malam, lupa sholat, lupa doa, lupa Allah SWT. Seolah-olah dengan harta yang kita uber itu semua persoalan bisa kita selesaikan. Ada pula di antara kita yang nongkrong di masjid terus-menerus, tak pernah keluar berusaha mencari kehidupan, pasrah dengan perkembangan di luar yang mengarah kepada deislamisasi segala sisi kehidupan. Seolah-olah krisis ekonomi, kebobrokan birokrasi, korupsi dan kolusi yang merejalela, dekadensi moral, kriminalitas, dan lain-lain akan terkikis habis dengan doa-doa dan istighotsah yang mereka panjatkan. Ada juga di antara kita yang rajin mengerjakan perintah sholat, puasa, dan ibadah ritual lainnya, namun dalam berbagai aspek kehidupan mereka membuat pemecahan problem dengan cara-cara dari luar Islam. Dalam politik, mereka pakai demokrasi, bahkan ada yang pakai premanisme. Dalam masalah ekonomi, mereka pakai cara kapitalis dan lintah darat. Seolah tidak ada ruang bagi Allah SWT untuk mengatur kehidupan selain dzikir, tahlil, sholat, sholawat, dan sebagainya. Inilai berbagai bentuk ketidak-nyambungan antara doa “sapujagad” kita di atas dengan aktivitas alias usaha yang kita lakukan.
Oleh karena itu, kita perlu menata kembali format berfikir kita tentang Islam, agama yang kita peluk, dan kita cintai, serta kita tekadkan untuk kita bawa mati ini.
Islam mengatur masalah spiritual
Jelas sebagai agama samawi (yang turun dari langit) Islam menjelaskan secara gamblang urusan pahala dan dosa alias urusan akhirat. Islam menjelaskan secara gamblang tentang kehidupan setelah dunia. Setelah kiamat, manusia dibangkitkan dari kuburnya, digiring ke padang mahsyar, untuk ditanyai segala perkara: tentang penggunaan umurnya, penggunaan tubuhnya, pengunaan ilmunya, darimana harta diperolehnya dan untuk apa dibelanjakannya, lalu dihitung dan ditimbang amal sholeh dan salahnya, lalu diberi keputusan: apakah dia masuk ke surga ataukah ia dilemparkan ke jurang neraka jahanam!
Ayat-ayat Al Quran yang mengabarkan berita-berita akhirat sangat banyak dan gamblang. Juga banyak hadits-hadits yang memberikan perincian. Dia antaranya adalah firman Allah SWT:
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ(٦)
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.(QS. AL Mujadilah 6).
الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.(QS. Al Mukmin 17).
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَه(١٩)إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ(٢٠)فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ(٢١)فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ(٢٢)قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ(٢٣)كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ(٢٤)وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَالَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ(٢٥)وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ(٢٦)يَا‎لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ(٢٧)مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ(٢٨)هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ(٢٩)خُذُوهُ فَغُلُّوهُ(٣٠) ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ(٣١)ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ(٣٢)إِنَّهُ كَانَ لَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ(٣٣)
Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi. Buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku, Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku dariku"(Allah berfirman): "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya." Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.”(QS. AL Haaqqah 19-33).
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan suatu hadits dari Ibnu Umar r.a. bahwasanya Nabi saw. bersabda:
يَقْبِضُ اللهُ اْلأَرْضَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَطْوِي السَّمَاءَ بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ مُلُكُ اْلأَرْضِ
“Kelak di hari kiamat Allah menggenggam bumi dan menggulung langit dengan tangan kanan kekuasaan-Nya, kemudia Dia berfirman: “Akulah Raja, dimanakah raja-raja bumi sekarang?”
Masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits yang berbicara tentang surga, neraka, pahala, dan dosa yang memberikan bekal spiritualitas bagi seorang muslim yang akan membuatnya semakin mendekatkan diri dengan Allah SWT dengan semakin rajin dan mantap melaksanakan sholat, berpuasa, berdzikir, membaca Al Quran dan lain-lain.
Islam mengatur masalah politik
Tidak seperti agama-agama lain yang umumnya hanya bicara masalah spiritualitas, Islam ternyata menjelaskan dan mengatur urusan keduniaan, baik secara global maupun secara rinci. Seluruh urusan umat diatur oleh Islam dengan hukum syariahnya. Islam menjelaskan hukum-hukum berkaitan dengan masalah-masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Dalam menjaga harmoni kehidupan di masyarakat Islam menjelaskan hukum-hukum seluruh aspek kehidupan di atas sekaligus sanksi-sanksi hukum (nizham al ‘uquubaat) terhadap pelanggaran hukum-hukum syariah Islam itu. Islam juga menjelaskan hukum tentang ketatanegaraan, sistem negara Khilafah Islamiyah, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan hukum syariah Islam yang kaffah itu.
Ajaran Islam yang lengkap itu, yang tidak hanya mengajarkan spiritualitas, tapi juga masalah politik dalam arti pengaturan dan pemeliharaan seluruh urusan umat (ri’ayah syu-unil ummah) , dapat secara jelas kita lihat secara konseptual dalam kitab-kita fiqh. Buku fiqih yang sederhana semacam Fiqih Islam karya Sulaiman Rasyid memuat bab Al Khilafah setelah pembahasan bab Toharoh, bab Sholat, bab Jenazah, bab Zakat, bab Puasa, bab Haji dan Umrah, bab Muamalat, bab pembagian Harta Pusaka (Faraidl), bab Nikah, bab sanksi hukum pidana (Jinayat dan Hudud), bab Peperangan (jihad), bab Makanan dan Sembelihan, dan bab Pengadilan. Masalah khilafah sebagai suatu susunan pemerintahan yang diatur menurut ajaran islam, sebagaimana yang dibawa dan dijalankan Rasulullah saw. dan kemudian dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin, kata Rasyid (hal 494), tak pernah lepas dari beberapa hukum, terutama mengenai penyusunan negara, kepala negara, pemilihan khalifah, hak memilih dan dipilih, dan sebagainya.
Kitab Fiqh yang lebih besar seperti Al Umm karya Imam As Syafii r.a. (hidup di masa Khalifah Harun Ar Rasyid dan AL Makmun dari khilafah dinasti Abbasiyyiah, wafat pada tahun 204H/820M, lihat Azyumardi Azra dkk, Ensiklopedi islam Jilid 4 hal 326) membahas secara rinci tentang berbagai fiqh muamalat, jinayat, jihad, penaklukan dan perdamaian, jizyah, penanganan kafir dzimmi disamping uraian berbagai bidang syariat Islam lainnya (lihat Imam As Syafii, Al-Umm, Kitab Induk, terj. Jilid 6 hal 190, 266, 269, 317, 324, ).
Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, seorang mujtahid abad 20, menulis secara lebih rinci dan sistematis yang memberikan gambaran pengaturan Islam dalam politik dalam berbagai kitab karangannya, seperti Nizhamul Hukm fil Islam (Sistem Pemerintahan Islam), Nizhamul Iqtishodi fil Islam (Sistem Ekonomi Islam), An Nizham al Ijtima’I fil Islam (Sistem Sosial/Pergaulan Pria Wanita dalam Islam), Muqaddimah Dustur (Pengantar Konstitusi), dan lain-lain.
Buku-buku sejarah Islam, peninggalan sistem peradilan (mahkamah syari’iyyah), dan berbagai jabatan di masa akhir Khilafah Islamiyah dan daerah-daerah bekas kekuasaan Khilafah yang dijajah kaum imperialis Barat, khsusnya di Timur Tengah memberikan bukti adanya pengaturan islam dalam masalah politik. Demikian juga penggunaan gelar para penguasa di berbagai negeri Islam, termasuk di Indonesia seperti sultan, qadi, dan sebagainya menunjukkan hal itu. Misalnya saja gelar raja Jawa: Sultan Abdul Hamid Sayidin Panotogomo Khalifatullah. Demikian juga penggunaan bahasa Arab dalam istilah politik dan hukum di atas atau penamaan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat (berasalam dari kosakata Arab majlis, musyawarah, ra’iyyah, wakiil, dan diwan) menunjukkan dengan jelas bahwa Islam bukanlah agama spiritual belaka, tapi juga agama politik.
Khatimah
Oleh karena itu, mempelajari, memahami, dan berjuang mewujudkan kembali eksistensi Islam sebagai agama spiritual dan politik secara kaffah, merupakan tugas suci yang harus diemban setiap muslim sampai akhir hayatnya. Melalaikan hal itu, apalagi menyesatkan masyarakat dengan mempropagandakan bahwa Islam itu tidak pernah membahas politik dan jangan dicampuri dengan politik, adalah suatu penyimpangan dan perbuatan dosa yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Menerima sebagian Islam (masalah spiritualitas dan moralitas saja) dan menolak sebagian yang lain (politik, ekonomi, dan lain-lain), merupakan penyimpangan dari Islam sebagaimana orang kebiasaan Yahudi yang diancam oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.(QS. Al Baqarah 85).

Tidak ada komentar: